Hillary Clinton baru saja resmi mencalonkan diri menjadi kandidat presiden Amerika. Jika dia terpilih, maka Amerika akan dipimpin oleh dua keluarga selama dua dekade: Bush, Clinton, Bush, Clinton.
Jika terjadi, ini memang cukup ironik karena terlihat bertentangan dengan salah satu idealisme Amerika yaitu meritokrasi (meskipun riset tentang mobilitas ekonomi menunjukkan kemungkinan orang miskin menjadi kaya dan kaya menjadi miskin di Amerika tidak terlalu berbeda jauh dengan Inggris dimana sekat sosial masih kuat).
Meskipun demikian, seorang presiden tetaplah individu bukan keluarga.
Contohnya adalah ketika presiden Bush kedua bersiap-siap akan menyerang Irak, dia sama sekali tidak meminta nasihat dari satu-satunya orang yang punya pengalaman menyerang Irak: sang ayah presiden Bush pertama. Memang tidak jelas apakah jika kedua presiden tersebut saling bertukar pikiran maka hasilnya akan lain. Tapi ini cukup menunjukkan bahwa diantara ayah dan anak pun bisa ada jurang cukup lebar. Sebagian orang menganggap ini sebagai cara sang presiden Bush kedua untuk menunjukkan bahwa dia mampu menangani masalah sendiri tanpa perlu meminta bantuan ayah.
Efek negatif dari dinasti politik yang paling sering kita dengar adalah nepotisme dimana hubungan keluarga membuat orang yang tidak kompeten memiliki kekuasaan. Tapi hal sebaliknya pun bisa terjadi, dimana orang yang kompeten menjadi tidak dipakai karena alasan masih keluarga.
Seorang kolumnis koran New York Times mengusulkan jika Hillary Clinton terpilih menjadi presiden sebaiknya dia menunjuk suaminya Bill Clinton yang dikenal sebagai politikus sangat berbakat untuk menjadi menteri luar negeri.
Meskipun kemungkinan untuk ini kecil, tapi menarik mengamati sampai sejauh mana isu nepotisme bakal menjadi perhatian publik dan politikus Amerika.
1 comment:
Tulisan anda menarik. Salam kenal, saya Eric dari Indonesia mas robi. Saya juga dr fisika dan kini tertarik dengan politik.
Post a Comment