Seorang kawan pernah mengatakan bagaimana dia sudah bosan tinggal di New York dan ingin segera pulang ke Indonesia. Saya tanya alasannya mengapa, dia jawab karena dia bosan berpura-pura. Dia mencontohkan bagaimana muaknya melihat kawan sekantornya yang mengatakan bahwa sesuatu great padahal dia membencinya.
Saya pikir memang ada benarnya apa yang dikatakan kawan itu. Sepertinya semakin maju sebuah peradaban semakin pintar orangnya untuk berpura-pura.
Lalu saya tidak pernah memikirkannya lagi. Juga kawan saya itu tidak jadi pulang ke Indonesia karena dia jatuh cinta dengan Yoga dan katanya dia hanya akan pulang ketika dia sudah menjadi instruktur Yoga (dia yoga 6 kali seminggu).
Di rumah saya sekarang, selain dipenuhi buku-buku tentang William James, pragmatisme dan sejarah Amerika juga dipenuhi semua buku mengenai Kartini yang ada di perpustakaan kampus saya.
Saya sedang tertarik melihat bagaimana Kartini berinteraksi dengan peradaban barat dan implikasinya. Banyak apa yang saya pikirkan sekarang sudah dituliskan oleh Kartini seratus tahun yang lalu.
Dan ini salah satu contohnya:
Berkali-kali kami menyaksikan adegan cium-ciuman yang memuakkan antara orang-orang yang kami tahu benar saling membenci. Yang berbuat demikian itu bukan 'nona-nona Indo' yang selalu dipandang rendah oleh kaum totok, melainkan nyonya-nyonya totok itu sendiri, yang katanya 'beradab' dan 'berpendidikan tinggi'. Kadang-kadang kami tanya pada diri sendiri: apakah peradaban itu? Apakah itu ....kemahiran untuk main pura-pura? Untuk bertingkah laku munafik?
Tentunya kita bisa membalikkannya dengan menunjukkan orang jawa justru sering dianggap doyan berpura-pura. Ini bukan soal ilmiah yang harus diputuskan benar atau salah; saya melihatnya sebagai ekspresi pengalaman.
PS: ada satu kesamaan antara Kartini dan William James: keduanya rajin sekali menulis surat. Keduanya rajin membanjiri kerabatnya dengan surat. Jika saja saat itu sudah ada blog, saya yakin blog Kartini dan William James sangat aktif dan menarik dibaca.
5 comments:
Saya agak 'surprised' membaca posting ini. Dulu yg ada di bayangan saya, masyarakat AS itu adlh orang yg menghargai keterus-terangan. Justeru bangsa kita ini yg doyan berbasa-basi. Ternyata banyangan saya salah yah.
kayaknya kedua budaya memang ada sisi "berpura-pura"nya tapi dalam hal yg berbeda... tetapi impresi saya memang di amerika ada kepura-puraan tapi kok saya merasa lebih banyak kepura-puraan di indonesia ya?
Roby- tell your acute thinker of a friend : di Jakarta juga udah bisa kok kalau mau yoga 6 kali sehari ;-)
Ah, sampelnya cuma new york. sama aja lah, semua orang memang dilatih untuk berpura2. gak di new york, di bandung, di medan, di siborong2 (kampung gue)
Bukan ber-pura2, tapi 'berbohong'. Berdasarkan acara "Late Night With Connan O'Brian", orang amerika 'berbohong' sedikitnya 2 kali dalam 10 menit. ;p
Post a Comment